nim : 12110181
nama : dedy irawan
Periklanan (Advertising) merupakan suatu bentuk komunikasi
dengan tujuan mengajak orang yang melihat, membaca atau mendengarnya untuk
melakukan sesuatu. Promosi pada umumnya mencakup nama produk atau layanan serta
bagaimana produk dan layanan tersebut dapat memberikan manfaat bagi pembeli
dalam rangka untuk mengajak calon pembeli yang memiliki potensial untuk membeli
atau mengkonsumsi produk tertentu.
Kegiatan
promosi atau yang
biasa disebut dengan Advertising mempunyai tujuan khusus, yaitu untuk
membujuk, mempengaruhi dan menginformasikan serta mengingatkan seorang pengguna
(pelangggan) tentang perusahaan ataupun berbagai produk/jasa yang dimilikinya.
Dalam
melakukan periklanan / promosi diketahui ada beberapa karakteristik
didalamnya, yakni:
- Suatu bentuk komunikasi yang
berbayar.
- Nonpersonal komunikasi.
- Menggunakan media massa sebagai
massifikasi pesan.
- Menggunakan sponsor yang
teridentifikasi.
- Bersifat mempersuasi khalayak.
- Memiliki tujuan untuk meraih
audiens sebanyak-banyaknya.
Periklanan
dan marketing
Intinya promosi dilakukan untuk memperkenalkan
atau menginformasikan suatu produk/jasa kepada konsumen, setelah konsumen
(pelanggan) mengetahui produk tersebut, diharapkan konsumen dapat terpengaruh
serta terbujuk sehingga beralih ke produk/jasa yang dipromosikan tersebut.
IKLAN
pastinya sudah sering kita
lihat, entah itu di media masa seperti koran, majalah, televisi, radio, dan
sebagainya. Iklan juga dapat memberikan informasi kepada kita tentang suatu
produk, entah yang berupa barang maupun jasa. Lalu, sebenarnya apa yang dimaksud
dengan iklan itu? Serta apa fungsi dari iklan tersebut? Mari kita bahas di
sini.
PENGERTIAN PERIKLANAN
Periklanan merupakan salah
satu alat yang paling umum digunakan perusahaan untuk mengarahkan komunikasi
persuasif pada pembeli sasaran dan masyarakat. Periklanan pada dasarnya adalah
bagian dari kehidupan industri modern. Kehidupan dunia modern saat
ini sangat tergantung pada iklan.
Tanpa iklan para produsen dan
distributor tidak akan dapat menjual produknya, sedangkan disisi lain para
pembeli tidak akan memiliki informasi yang memadai mengenai produk barang dan
jasa yang tersedia di pasar. Apabila hal itu terjadi maka industri dan
perekonomian modern pasti akan lumpuh. Apabila sebuah perusahaan ingin
mempertahankan tingkat keuntungannya, maka ia harus melangsungkan kegiatan
periklanan secara memadai dan terus-menerus.
Menurut M. Suyanto (2007:
143) mendefinisikan ”Periklanan adalah penggunaan media bauran oleh
penjual untuk mengkomunikasikan informasi persuasif tentang produk, jasa atau
pun organisasi dan merupakan alat promosi yang kuat”.
Peranan periklanan dalam
pemasaran suatu produk adalah untuk membangun kesadaran (awareness)
terhadap keberadaan produk yang ditawarkan, menambah pengetahuan konsumen
tentang produk yang ditawarkan, membujuk calon konsumen untuk membeli dan
menggunakan produk tersebut dan untuk membedakan diri perusahaan
satu dengan perusahaan yang lainnya.
Definisi periklanan menurut
Henry Simamora adalah sebagai berikut:
Periklanan adalah komunikasi non pribadi
melalui bermacam-macam media yang dibayar oleh sebuah perusahaan bisnis atau
organisasi nirlaba atau individu yang dalam berbagai cara teridentifikasi dalam
pesan periklanan dan berharap menginformasikan atau membujuk anggota-anggota
dari pemirsa tertentu. (Henry Simamora, 2000: 756).
Periklanan terfokus pada
media massa seperti surat kabar, televisi, radio dan papan iklan. Periklanan
menawarkan keunggulan signifikan diatas teknik promosional lainnya. Periklanan
dapat menjangkau beribu-ribu pemirsa. Meskipun orang sering kaget saat
mendengar harga iklan yang bernilai ratusan ribu rupiah per detik tayangan,
tetapi sebenarnya dapat dibayangkan berapa jumlah pemirsa yang sanggup
dijangkau lewat iklan tersebut.
Banyak konsumen yang menaruh
kadar prestis kepada media massa yang digunakan dalam periklanan. Merupakan
kenyataan sederhana bahwa sebuah produk yang di iklankan secara nasional dapat
mengukur citra produk tersebut.
Inti dari periklanan itu
sendiri merupakan suatu alat yang digunakan oleh pembeli/ penjual, setiap orang
termasuk lembaga non laba atau dengan kata lain, periklanan dapat dipandang
sebagai kegiatan pemasaran kepada suatu kelompok masyarakat baik secara lisan
maupun dengan penglihatan suatu produk, jasa atau ide.
SEJARAH PERIKLANAN DI DUNIA & DI INDONESIA
Definisi periklanan
Ada tiga istilah yang umum dipakai di indonesia untuk menyebut advertising,
yaitu: reklame, advertensi, dan iklan.reklame berasal dari bahasa belanda yang
dieja sebagai reclame.kata itu juga berasal dari bahasaperancis reclamare.
Advertensi berasal dari bahasa belanda advertentie yang juga mengacu pada
bahasa inggris advertising.Sedangkan iklan yang umum dipakai dalam bahasa
Melayu berasal dari bahasa Arab i’lan atau i’lanun secara harfiah berarti
informasi.
Banyak definisi diberikan bagi kata ‘periklanan’, akan tetapi salah
satu yang paling sederhana dengan harapan agar kita tidak berdebat soal ini.
Periklanan adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan pembuat barang, atau
pemasok jasa dengan masyarakat banyak atau sekelompok orang tertentu yang
bertujuan untuk menunjang upaya pemasaran. Komunikasi dilakukan dengan
menggunakan gambar, suara atau kata-kata, gerak atau bau yang disalurkan
melalui media atau secara langsung. Berdasarkan pengertian ini maka ‘Biro
Iklan’ adalah lembaga usaha yang memberikan jasa periklanan bagi siapa yang
membutuhkan baik perorangan, perusahaan pembuat barang atau pemasok jasa bahkan
pemerintah. Oleh karena bentuk pelayanan periklanan meliputi berbagai jenis
kegiatan maka dilihat dari skala usahanya ada berbagai ukuran sebuah biro
iklan.
Ada kios berukuran 1×1m yang menawarkan jasa pembuatan cap dan papan nama
toko, di luar kiosknya terpampang ‘Biro Iklan’. Ada rumah kecil yang memberikan
pelayanan fotokopi dan agen langganan surat kabar dan majalah. Semangat
wiraswasta telah mengembangkan pemiliknya untuk menerima pesanan pemasangan
iklan dengan harga resmi. Di bawah tulisan terima Fotokopi kini tertulis ‘Biro
Iklan’. Ada sekelompok seniman yang pintar menggambar wanita cantik dan membuat
huruf yang rapih dan artistik. Di muka studionya dipasang tulisan ‘Biro Iklan’.
Ada gedung berlantai banyak, berkarpet tebal, pegawainya berdasi corak
mutakhir, setiap ruangan disejukkan oleh AC dan di luar ada prasasti kuningan
yang dietsa ‘Advertising Agency’. Agar pembicaraan kita hari ini dapat mencakup
sebanyak mungkin kegiatan yang berlangsung di sebuah biro iklan maka anda semua
akan saya ajak untuk berkunjung pada sebuah ‘Full Service Advertising Agency’.
Sebuah biro iklan yang mendukung predikat ini adalah biro yang mempunyai
kapasitas untuk memberi pelayanan di tiga bidang yaitu, pertama, konsultasi
komunikasi pemasaran, kedua pelayanan perencanaan dan pemesanan media, dan
ketiga pelayanan kreatif.
Pelayanan konsultasi pemasaran merupakan barisan terdepan yang berhadapan
langsung dengan fihak pemakai jasa periklanan. Minat yang disampaikan oleh
sebuah perusahaan atau perorangan pada sebuah biro iklan akan diterima oleh
para pakar pemasaran yang mampu berdialog dengan manajer pemasaran dari
perusahaan yang membutuhkan jasa iklan.
Kegiatan awal sebuah proses beriklan lebih sering merupakan peristiwa
ekonomi. Strategi pemasaran, kebijaksanaan harga, pangsa pasar strategi
distribusi, trade relations merupakan pokok-pokok pembicaraan yang paling
hangat pada stadium ini.
Semakin besar skala usaha sebuah biro iklan semakin besar pula kemampuannya
untuk mempekerjakan ahli-ahli dan pakar-pakar pemasaran yang akan menentukan
kualitas hubungan awal dengan para calon pemakai jasa.
Berkembangnya pendidikan ilmu ekonomi telah banyak memberi dorongan bagi
pertumbuhan kualitas perusahaan periklanan di Indonesia. Kehadiran modal asing
dan kegiatan memproduksi barang-barang yang berasal dari luar negeri telah
menghadirkan kegiatan pemasaran global yang dampaknya sangat menentukan
kemampuan para pakar pemasaran di sebuah biro iklan dalam berbicara pada
tingkat pengetahuan pemasaran yang bersifat internasional.
Sektor kedua yang menunjang predikat ‘full service’ adalah Media. Seperti
hadirnya para pakar pemasaran maka perkembangan biro iklan di Indonesia juga
sangat ditentukan oleh meningkatnya kualitas pelayanan perencanaan dan
pemesanan Media.
Peningkatan ini tidak lepas dari perkembangan industri media yang telah
berlangsung sejak dua dekade ini. Tumbuhnya pemancar komersial di segenap
penjuru tanah air, masing-masing dengan gaya dan cara pendekatan yang berbeda.
Terbitnya puluhan majalah-majalah baru mulai dari yang bersifat umum hingga
majalah yang khusus bicara soal rambut, mobil, konstruksi dan komputer.
Terbitnya surat kabar yang berdomisili di ibu kota negara, ibu kota propinsi
atau ibu kota kabupaten, masing-masing dengan garapan berita yang beda ruang
lingkupnya.
Adanya pilihan yang diberikan oleh industri media dan tantangan untuk
menemukan rancangan media yang efektif dan terjangkau oleh biaya periklanan
yang disediakan oleh perusahaan pemakai jasa iklan, serta riset dan penelitian
yang dilakukan oleh perusahaan yang khusus bergerak dalam bidang jasa riset
telah ikut memberikan masukan yang sangat menunjang kualitas pelayanan jasa
perencanaan media. Fakta ini telah memberi warna khusus bagi kegiatan
periklanan sebagai kegiatan komunikasi yang dilakukan secara tepat arah dan
terukur.
Sektor ketiga yang juga ikut mendukung predikat Full Service adalah
pelayanan jasa kresatif. Pelayanan jasa kreatif merupakan bagian akhir dari
mata rantai proses terciptanya sebuah iklan sebelum disalurkan ke Media. Karena
kegiatan dan proses kreatif memberikan wujud bagi sebuah iklan atau pesan maka
sering orang mengira bahwa lahirnya iklan ada di tangan seniman. Pandangan
keliru ini telah banyak mendorong banyak seniman yang mendirikan biro iklan dan
dalam perkembangan selanjutnya lebih sering mengalami kegagalan.
Dibandingkan dengan peran sektor pemasaran dan sektor media, maka peran
sektor kreatif masih jauh tertinggal. Sikap dan wawasan yang berkembang di
antara para praktisi di sektor kreatif bila kita amati secara objektif masih
terpaku pada kaidah-kaidah atau aturan-aturan yang sederhana dan sempit.
Sebagian besar dari iklan-iklan yang kita temui di media masih berputar-putar
di sekitar penonjolan ‘Product/Consumer benefit’ yang ditampilkan apa adanya.
Cara lain yang paling mudah dilakukan adalah dengan menciptakan iklan dengan
memanfaatkan strategi Before-After, Sebelum makan obat dan sesudah makan obat.
Sikap bangsa Indonesia yang paternalistik sering disalahartikan dengan
menerapkan strategi testimonial orang-orang yang terkenal. Kehadiran perusahaan
periklanan Internasional di Indonesia sedikit banyak telah memperkenalkan
praktek-praktek kreatif yar.g sedikit lebih maju. Format-format pengembangan
kreatif yang telah teruji mulai diperkenalkan kepada para pakar bidang kreatif.
Perusahaan iklan internasional seperti J. Walter Thompson, Dentsu, BBDO,
Ted Bates, O&M, Saatchi & Saatchi telah mempertemukan cara-cara bekerja
mereka dan pemikiran yang berkembang di sini. Sudah barang tentu hal ini tidak
selalu mampu memberikan kemajuan yang berarti. Salah satu hambatan yang paling
besar adalah keterbatasan bahasa Indonesia untuk mendukung ungkapan-ungkapan
yang menarik. Salah satu manfaat yang paling berarti dengan kehadiran
perusahaan Internasional adalah format yang mampu mempertemukan orang kreatif
dan orang pemasaran dan orang-orang Media dalam satu meja yang membicarakan
pemecahan-pemecahan terbaik dalam penyampaian pesan iklan. Oleh karena itu
kami, orang-orang yang bekerja di sektor kreatif kini harus memahami makna
strategi pemasaran, pangsa pasar, membaca hasil riset kualitatif dan
mempelajari demografi. Dengan modal pengetahuan di bidang pemasaran dan
prinsip-prinsip Media maka sebelum kita mampu menciptakan iklan yang menarik
perhatian khalayak pengamat maka setidak-tidaknya kita sudah menciptakan iklan
yang benar dan terarah. Bila pintu Creative Department sebuah biro iklan
dibukakan bagi anda maka di sana kita akan bertemu dengan banyak orang yang
menyandang berbagai fungsi yang berbeda. Ada Creative Director yang
menggariskan konsep isi pesan dan strategi penyampaiannya. Ada Art Director
yang menggariskan konsep visual dan naskah, ada visualiser yang mengungkapkan
gagasan terwujud berbentuk visual, ada copy writer yang menyusun naskah, ada
paste up artist yang merampungkan gambar kerja siap cetak/separasi, ada
photographer, ada typographer, ada jingle writer/composer/arranger. Semua orang-orang
ini memberikan sumbangannya bagi terciptanya sebuah iklan.
Skenario yang berkembang di sebuah Creative Department pada saat ini
menunjukkan kuatnya posisi Creative dan Art Director. Situasi ini banyak
disebabkan adanya kesenjangan antara tokoh yang menduduki kedua jabatan itu dan
tokoh-tokoh lain yang melanjutkan pekerjaan mereka. Kurang tingginya kualitas
tenaga kreatif di bidang periklanan dewasa ini banyak disebabkan oleh tidak
adanya pendidikan khusus yang menghasilkan tenaga spesialis periklanan.
Pendidikan Commercial Art yang diselenggarakan di luar negeri merupakan tempat
ditempanya para tenaga kreatif yang akan bekerja di bidang periklanan.
Sedangkan pendidikan di sini lebih mengarah kepada pendidikan desain grafis
yang lebih menekankan faktor estetik atau pendidikan komunikasi visual yang
mempelajari secara luas pemecahan visual masalah komunikasi.
Masih rendahnya kualitas tenaga kreatif dalam biro iklan di Indonesia
dewasa ini telah membawa pada praktek pembuatan iklan yang melanggar kode etik
maupun standar nilai yang dihormati masyarakat.
Salah satu perkembangan yang menarik akhir-akhir ini adalah keterlibatan
biro iklan pada perencanaan kampanye non-komersial. Program keluarga berencana
kini diselenggarakan dengan pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada
marketing.
Istilah ‘Social Marketing’ kini menjadi kawasan baru para pakar periklanan
yang menerjuni kegiatan periklanan non-komersial yang tidak kurang pentingnya
bagi Indonesia dewasa ini. Ada yang terlibat dalam kegiatan menunjang marketing
produk-produk yang distribusinya sangat terbatas, akan tetapi ada yang terlibat
dengan kegiatan marketing produk yang tersebar luas dan dikonsumir oleh orang
yang lebih banyak.
Kualitas dari performance-nya akan terbaca dari citra produk dan tercapai
tidaknya tujuan-tujuan marketing yang telah digariskan. Dari catatan yang saya
ketahui maka hanya ada biro iklan yang masuk dalam kategori Full Service
Advertising Agency. Dari sebanyak ini sebagian besar berada di Jakarta.
Posisi sebuah biro iklan yang sangat terlibat dengan strategi periklanan
sebuah produk tertentu telah sangat menutup pintu mereka terhadap orang luar
sehingga agak sukar untuk bisa mengintai secara langsung proses yang
berlangsung di dalamnya
SEJARAH PERIKLANAN DUNIA
Masa sebelum ditemukannya mesin cetak
“ Commercial message and political campaign displays have been found in the
ruins of ancient Arabia. Egyptians used papyrus to create sales messages and
wall posters, while lost-and-found advertising on papyrus was common in Ancient
Greece and Ancient Rome. Wall or rock painting for commercial advertising is
another manifestation of an ancient advertising form, which is present to this
day in many parts of Asia, Africa, and South America.”
(Pesan komersial dan publikasi kampanye politik sudah ditemukan dalam
reruntuhan bangsa Arab kuno. Orang-orang mesir menggunakan papyrus untuk
membuat pengumuman mengenai barang-barang yang di jual dan membuat poster yang
ditempelkan di dindng, saat iklan mengenai ‘lost and found’ mulai marak di
Yunani dan Romawi kuno. Lukisan dinding dan batu untuk iklan komersial
merupakan manifestasi lain dari bentuk periklanan kuno, dimana hal itu
menunjukkan kehadiran iklan masa lalu di bagian Asia, Afrika, dan Amerika
Selatan.)
Para arkeolog meyakini, advertising sudah ada sejak zaman dulu.
Advertising dilakukan dalam berbagai bentuk “mempublikasikan” berbagai
peristiwa (event) dan tawaran (offers). Metode iklan pertama yang dilakukan
oleh manusia sangat sederhana. Pemilik barang yang ingin menjual barangnya akan
berteriak di gerbang kota menawarkan barangnya pada pengunjung yang masuk ke
kota tersebut. Iklan sudah dikenal manusia dalam bentuk pesan berantai (word of
mouth) yang bentuknya pengumuman-pengmuman. Pesan berantai itu disampaikan dari
mulut ke mulut untuk membantu kelancaran proses jual-beli.
Pesan iklan dalam bentuk tertulis mulai ditemukan pada masa Babylonia 3000
SM berupa kepingan tanah liat (clay tablet) bertuliskan prasasti tentang dealer
salep (ointment dealer), juru tulis (scribe) dan pembuat sepatu.
Peninggalan Mesir dan Yunani Kuno berupa pengumuman-pengumuman di dinding
dan naskah di daun papirus, memberikan pengumuman tentang datangnya kapal
pembawa anggur, rempah-rempah, logam, barang-barang dagangan baru,
acara-acara (pertarungan gladiator) yang bakal digelar, budak yang lari
dari tuannya. Orang-orang Roma mengecat dinding untuk mengumumkan perkelahian
gladiator. Iklan pada jaman ini hanya berupa surat edaran. Karena masih banyak
yang buta huruf, pengumuman-pengumuman itu dibacakan oleh tukang teriak (town
crier) yang biasa didampingi pemain musik.
Terakota Yunani dan Romawi Kuno sudah digunakan untuk mengumumkan lost
& found. Di reruntuhan kota Pompeii terdapat tanda-tanda di terakota yang
mengiklankan apa ynag dijual di toko : danging sapi (row of hams), sapi
penghasil susu, kulit untuk sepatu. Disaping itu juga ditemukan bukti-bukti
adanya pesan-pesan politik.
Orang-orang Ponosea melukis gambar untuk mempromosikan perangkat keras
mereka di batu-batu besar di sepanjang jalur parade. Di Pompei misalkan, banyak
lukisan seorang tokoh politisi dan meminta dukungan suara dari masyarakat. Di
Perancis, traditional advertising sudah marak tahun 550 Sebelum Masehi
untuk mengiklankan kaum negro sebagai budak.
Pada zaman Julius Caesar di eropa banyak toko dan penginapan yang sudah
pakai tanda, papan nama, atau simbol, untuk membantu mereka yang buta huruf.
Misalnya penginapan dengan simbol Man in The Moon, Three Squirrels, Hole in The
Wall.
Untuk ribuan tahun-tahun awal, orang beriklan untuk mempromosikan dua hal,
tempat dan jasa. Iklan di bawah ini adalah contoh pertama. Begitu juga plang di
depan kedai minum dan penginapan (taverns and inns)
Daniel Mannix, dalam bukunya yang bercerita tentang olah raga kuno Roma, “
Those About to Die “, mencatat sebuah iklan yang ditemukan di sebuah kuburan
tua (tombstone) :
“ Weathre permitting, 30 pair of gladiators, fumished by A.
Clodius flaccus, together with substitutes in case any get
Killed too quickly, will fight may 1 st, 2 nd and 3 rd at the
Circus Maximus.The fights will followed by a big wild beast
Hunt. The famos gladiator paris will fight. Hurrah for
Paris! Hurrah for the generous flaccus, who is running
for Duumvite!” (Below this is an ad for the copywriter.
“ Marcus wrote this sign by the light of the moon. If you
Hire Marcus, he ‘ll work day and night to do a good job. “)
(Mannix,p.28).
Demikian pula berbagai gambar di batu cadas(rock paintings) di berbagei
situs lama di Asia, Afrika, dan Amerika Latin menunjukkan kehadiran “iklan” di
masa lalu.
Masa setelah ditemukannya mesin cetak
Penemuan mesin cetak Gutenberg 1450 meningkatkan angka melek huruf sehingga
merangsang orang untuk berbisnis iklan. Periklanan jadi bisnis massal. Bentuk
awalnya berupa poster,handbill (selebaran), dan iklan baris (classified) di
surat kabar.
1472 William Caxton di London mencetak iklan
berbahasa Inggris pertama berupa selebaran (handbill) berisi tuntunan keagamaan
tentang perayaan paskah (rules for the guidance of the clergy at easter). Versi
lain mengatakan iklannya berupa penjualan injil (prayer book). Awal abad 16 dan
17 yang banyak ditampilkan adalah iklan tentang budak belian, kuda buku, obat.
Sebagai bentuk printed advertising, periklanan berkembang di awal abad
15-16. Beberapa waktu kemudian mulai muncul metode iklan dengan tulisan tangan
dan dicetak di kertas besar yang berkembang di Inggris. Iklan pertama yang
dicetak di Inggris ditemukan pada Imperial Intelligencer Maret 1648.
Pada tahun 1622 Surat kabar terbit di Inggris
terbit untuk pertama kalinya,The Weekly News kemudian disusul The Tattler yang
terbit tahun 1709 dan The Spectator yang terbit pada 1711. Ketiga Koran ini
merupakan media cetak yang membawa lembaran iklan secara piggy-back.
Pada tahun 1655 istilah iklan (advertisement)
muncul pertama kali dalam injil untuk menunjuk istilah
“peringatan”/“pemberitahuan” (warning/ notification).
Pada tahun 1660 mulai istilah itu dipaka
untuk keperluan informasi komersial (commercial information), khususnya oleh
para saudagar toko.Pesan-pesan iklan lama kehalaman semakin simple dan inovatif
sejak tahun 1700 dan 1800-an.
Pada tahun 1690 lahir Public Occurencs Both
Foreign and Dometic, Koran (tidak harian) pertama di Amerika hanya
membuat satu berita (issue).
Periklanan secara nyata mulai menunjukkan kemajuan di awal abad 17 di
Inggris untuk mempromosikan buku dan Koran yang mulai berkembang.Pada abad
ke-17 di Inggris, pesan-pesan komersial masih berbentuk poster atau selebaran
lepas yang dikirim dalam lipatan surat kabar. Produk yang paling banyak
diiklankan pada masa ini adalah buku dan obat-obatan.
Pada tahun 1704 Boston Newsletter, koan AS
pertama yang muat iklan, berupa tawaran hadiah bagi yang bisa menangkap pencuri
baju.
Iklan-iklan media cetak pada abad 18 umumnya ditunjukan pada sasaran
pembaca di Eropa yang menyebutkan adanya tanah-tanah garapan yang menantang
untuk masa depan di Amerika. Salah satunya iklan ada tanah 150 ha di
Philadelphia.
Pada tahun 1729 Iklan pertama di surat kabar “
Pennysilvania Gazette” yang terbit di Amerika Serikat. Amerika waktu itu masih
menjadi wilayah jajahan Inggris, dan surat kabar yang didirikan oleh Benjamin
Franklin itu berhasil mencapai tiras tertinggi serta pendapatan iklan terbesar
pada masanya.
Pada tahun 1740 poster cetak outdoor pertama
muncul di London (disebut “hoarding”).
Pada tahun 1776 muncul iklan proklamasi
kemerdekaan AS di Pennsylvania Evening Post and Daily Advertiser, Koran yang
terbit secara harian pertama di AS.
Ketika aktivitas perekonomian mulai meningkat diberbagai penjuru dunia, di
abad 18-an, di Amerika Serikat, periklanan mulai mendapat perhatian besar.
Beberapa toko di Eropa mulai berfungsi sebagai agen yang mengumpulkan iklan
untuk surat kabar.
Sangat boleh jadi Sears catalog menjadi inspirasi bagi lahirnya iklan
display di media cetak. Sears adalah pelopor rantai toko (chain stores) di A.S
yang kemudian berkembang menjadi department stores. Kehadiran Sears yang
menjual berbagai barang secara lengkap menggantikan toko-toko serupa berskala
kecil yang pada waktu itu disebut dengan mercantile.
Untuk memudahkan pelanggan, karena pada masa itu transportasi masih
terbatas, Sears menerbitkan katalog tentang semua barang yang dijual dan para
langganan dapat memesan melalui pos (mail order). Setiap barang yang ditawarkan
ditampilkan secara menarik dengan foto-foto dan gambar-gambar yang atraktif.
Begitu populernya Sears Catalog di masa lalu, sampai-sampai ia disebut sebagai
Injil Petani (Farmers Bible)
Tampilan dan peragaan produk seperti di Sears Catalog itulah yang kemudian
dijumpai di berbagai surat kabar dan majalah di Amerika Serikat, serta
kemudian menyebar ke seluruh dunia. Di masa kini penampilan seperti itu sering
disebut sebagai display advertising (iklan komersial)
Pada abad ke-19 mulai dikenal pembelian ruang iklan melalui agen
perseorangan (menyalurkan lagi ke perusahaan periklanan). Pada masa dinasti Edo
di Jepang, awal abad-19 selebaran yang didistribusikan bersama surat kabar juga
banyak membawa pesan-pesan komersial, khususnya tentang obat-obatan.
Pertumbuhan ekonomi dunia yang mulai bergerak pesat pada awal abad ke-19
akhirnya memicu hadirnya iklan di surat kabar amerika Serikat, beberapa surat
kabar mulai memuat pesan-pesan singkat tentang produk, tampil dengan
huruf-huruf kecil di dalam kotak, di antara berita dan Tulsan lain. Iklan yang
saat ini disebut sebagai classified advertisement ini mempromosikan berbagai
jenis barang dan jasa.
Pada tahun 1841 Volney Palmer,
“orang iklan” (adman) masa-masa awal, bertindak sebagai media broker / agen,
mendapat komisi dari pemasangan iklan di media (media placement). Palmer mendirikan
Agensi Periklanan pertama oleh Volney Palmer di Boston. Pada waktu itu, agensi
periklanannya masih sebatas perantara pemasar dengan pihak surat kabar sebagai
penerbit iklan
Pada tahun 1844 muncul iklan majalah pertama
di majalah Southern Messenger dengan editornya Edgar Allan Poe (pengarang
Tarzan). Majalah-majalah iklan periode awal yang masih terbit sampai sekarang
adalah Cosmopolitan, ladies Home Journal, ReadeR’s Digest.
Sampai tahun 1850-an, di Eropa iklan belum sepenuhnya dimuat di surat kabar.
Kebanyakan masih berupa pamflet, leaflet, dan brosur.
Pada tahun 1864 periklanan berkembang seiring
perkembangan pers yang juga ditandai berkembangnya perusahaan periklanan dengan
fungsi sederhana.
Pada tahun 1871 Charles bates membuat biro
iklan professional pertama kali.
Pada tahun 1875 di Philadelpia,
dibuat agensi periklanan yang lebih multi fungsi. Dalam periode ini pula wanita
mulai mengambil porsi. Baik sabagai tenaga periklanan, maupun sebagai image
produk iklan. Penggunaan “wanita” sebagai daya tarik, pertama kali dipakai
dalam iklan sabun mandi.
Pada tahun 1880 John Power,
penulis naskah iklan (copywriter) pertama
Setelah 1880an, perusahaan periklanan meningkatkan fungsi dengan menawarkan
konsultasi dan jasa periklanan lain
Pada tahun 1891 J Walter
Thompson, Account Executive pertama.
Pada tahun 1920 KDKA stasiun radio pertama di
dunia lahir di Pittsburgh. Saat radio siaran mulai mengudara di tahun 1920-an,
periklanan di radio pun mulai marak walaupun secara teknis dan daya tarik,
tidak seperti yang kita nikmati saat ini. Sponsorsif saat itu lebih banyak
dikuasai satu orang/pihak. Misalnya, sponsorsif suatu radio, dikuasai satu
bisnisman. Dengan kata lain, space iklan digunakan sendiri. Tapi seiring dengan
tingginya persaingan, kondisi ini berangsur-angsur berubah.
Pada tahun 1922 Iklan pertama di radio
duniaWEAF, New York.
Pada tahun 1939 NBC, stasiun tv pertama.
Periklanan masuk dunia televisi di awal tahun 1940an. Iklannya bisa berupa commercial
atau public advertising
Pada tahun 1941 Iklan televisi hitam/putih
pertama di New York, Amerika Serikat mengiklankan Arloji Bulova dengan
harga spot US $ 9.
poster film tahun 1950
Pada tahun 1954 Iklan televisi berwarna
pertama ditayangkan. Mengiklankan Castro Decorate, New York.
Pada peralihan menuju abad ke-20, sistem manajemen periklanan modern
seperti posisi manajer iklan mulai diterapkan
“The 1960s saw advertising transform into a modern approach in which
creativity was allowed to shine, producing unexpected messages that made
advertisements more tempting to consumers’ eyes. The 1960s saw advertising
transform into a modern approach in which creativity was allowed to shine,
producing unexpected messages that made advertisements more tempting to
consumers’ eyes.”
iklan penggunaan lampu hemat energi
Advertising modern sendiri yang mulai berkembang tahun 1960an, jauh berbeda
dengan advertising masa lampau. Pada tahun ini, periklanan menemukan bentuknya
yang modern dengan karya-karya kreatif yang menakjubkan. Perintis iklan dengan
landasan karya kreatif yang digarap secara apik ini dipelopori oleh seri iklan
mobil kodok volkswagen yang menampilkan judul-judul seperti “Think
Small“ dan “ Lemon.“
Iklan-iklan Volkswagen inilah yang meletakkan dasar positioning dan
uniqe salling proposition (USP) dalam periklanan yang masih dipegang
hingga kini. Konsep ini mengikat (associate) setiap brand dengan satu sspesific
idea yang khas yang menancap di benak konsumen.
Di akhir 1980 dan awal 1990 memperlihatkan kemunculanTv Kabel dan MTV,
sebagai bagian darinya. Sebagai Pionir dalam konsep musik-video, Pelayanan MTV
merupakan sebuah tipe periklanan yang baru. Konsumen lebih menyimak pesan yang
diiklankan MTV dibandingkan dengan membeli setelah mendapat informasi dari
media lain. Saat tv kabel dan tv satelit mengalami peningkatan secara umum,
beberapa saluran berada di posisi puncak, termasuk saluran yang seluruh
durasinya berisi iklan seperti QVC, Home Shopping Network, dan Shop Tv.
Pemasaran melelui internet membuka batas baru bagi periklanan dan
memberikan kontribusi pada ‘boomingnya’ “dot-com” tahun 1990. Seluruh
perusahaan terus beroperasi semata-mata dalam bidang periklanan, dan menawarkan
segalanya untuk kupon berlangganan internet gratis. Memasuki abad ke-21
sejumlah website, termasuk ‘mesin pencarian google’ memulai perubahan dalam
dunia periklanan on-line dengan mengekspansi relevansi kontekstual, tidak
menonjolkan iklan dibandingkan dengan pemberian bantuan dan lebih utama
ketimbang membanjiri konsumen dengan brosur. Hal ini menandai kebangkitan
dari upaya untuk meningkatkan trend periklanan interaktif.
Pemasaran melalui internet membuka batas baru bagi periklanan dan
memberikan kontribusi pada ‘boomingnya’ “dot-com” tahun 1990. Seluruh
perusahaan terus beroperasi semata-mata dalam bidang periklanan, dan menawarkan
segalanya untuk kupon berlangganan internet gratis. Memasuki abad ke-21
sejumlah website, termasuk ‘mesin pencarian google’ memulai perubahan dalam
dunia periklanan on-line dengan mengekspansi relevansi kontekstual, tidak
menonjolkan iklan dibandingkan dengan pemberian bantuan dan lebih utama
ketimbang membanjiri konsumen dengan brosur. Hal ini menandai kebangkitan
dari upaya untuk meningkatkan trend periklanan interaktif.
Penyebaran pesan melalui iklan, secara relatif menelan biaya dari GDP
sehingga menyeebabkan perubahan yang cukup signifikan dalam pemilihan
media. Di Amerika misalnya, pada tahun 1925 media iklan yang utama adalah surat
kabar., majalah, nyala lampu trem,dan poster-poeter. Advertising menghabiskan
anggaran sekitar 2,9% dari GDP. Sejak 1998, televisi dan radio menjadi media
perikanan yang utama dan menghabiskan dana dari GDP yang lebih rendah, sekitar
2,4%.
Dilihat dari tujuan, penyajian sampai ke anggaran yang dibelanjakan iklan
mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Tahun 2004 biaya permasangan iklan di Amerika Serikat mencapai sekitar $212
miliar. Sementara belanja iklan di seluruh dunia mencapai lebih dari $414
miliar. Sebuah angka yang luar biasa besar. Sementara accounting firm
Pricewaterhouse Coopers menyebutkan, tahun 2010, belanja iklan
seluruh dunia akan mencapai lebih dari setengah triliun dolar Amerika Serikat.
Pemasangan iklan saat ini, banyak dilakukan berbagai macam organisasi
nirlaba, profesi, pemerintahan dan badan social. Bahkan pembelanja iklan
terbesar ke 25 adalah pemerintah Amerika Serikat.
Saat ini, inovasi dunia periklanan semakin berkembang pesat dengan
menggunakan metode pendekatan yang tidak biasa, seperti mendirikan panggung di
area public, memberi hadiah mobil dalam mempromosikan brand tertentu, dan mengadakan
promosi interaktif dimana konsumen bisa merespon dan menjadi bagian saat
promosi berlangsung. Hal ini memberi gambaran perkembangan trend periklanan
interaktif melalui penempatan produk, voting melalui SMS dan berbagai inovasi
lainnya yang menggunakan jaringan internet, seperti MySpace dan media
telekomunikasi mutakhir lainnya.
SEJARAH PERIKLANAN INDONESIA
Berawal dari Gerobak Sapi
Pada tahun 1930an, banyak poster dan papan reklame ditempel pada panel
samping gerobak sapi yang hilir mudik mengangkut barang. Pada masa itu,
kebanyakan papan reklame dicetak diatas lembar plat seng atau logam yang cukup
tebal. Banyak pula yang dilapis enamel agar tahan lama. Setelah tahun 1948,
ketika bahan ”ajaib” yang bernama scothlite ditemukan banyak pula papan reklame
yang menggunakan scothlite tadi karena mampu memantulkan cahaya dengan efek
mengagumkan. Plat-plat seng reklame itu kini merupakan kolekters item yang
berharga di pasar benda-benda antik. Ketika itu, produk yang paling banyak
diiklankan melalui media luar ruang bergerak (moving outdoor media) antara lain
adalah produk-produk ban sepeda dari goodyear dan michelin, produk sabun dan
tapal lidi dari unilever, limun (soda pop) merek regional, dan produk rokok
dari berbagai produsen, termasuk cerutu impor. Media opportunity pada waktu itu
memang sangat terbatas, tetapi orang-orang periklanan sudah sangat kreatif
menggunakan setiap peluang yang ada-termasuk media tradisional.
Belum terbayangkan ketika itu bahwa jauh di kemudian hari kreativitas iklan
telah melahirkan berbagai media untuk menempatkan iklan diluar ruang. Transit
advertising telah menjadi sub bisnis besar dalam periklanan. Sisi-sisi bus dan
kendaraan umum dipasangan panel iklan, atau spanduk yang ditarik pesawat
terbang rendah, bahkan penutup velg roda (hubcaps) maupun lampung punggung
taksi. Tetapi, gajah di thailand yang sejak dulu sering ”ditempeli” papan
iklan, sampai di zaman modern ini pun masih menjadi media iklan yang efektif.
Surat kabar, tentu saja, merupakan media yang juga populer di indonesia sejak
pertengahan awal abad ke 19. tetapi, berdasarkan kriteria umumnya sebetulnya
iklan surat kabar sudah hadir di indonesia sejak tahun 1621 ketika gubernur
jenderal Jan Pieterszon Con (1619-1629) menerbitkan Memorie De Nouvelles
pamflet informasi semacam surat kabar yang memuat berbagai berita dari
pemerintah hindia belanda, khususnya yang menyangkut mutasi dan promosi para
pejabat penting di kawasan ini. Pamflet ini berupa tulisan indah (silografi)
yang diperbanyak dengan mesin cetak temuan Johannes Gutenberg (1445).
Berita-berita yang dimuat itu sebetulnya merupakan iklan karena pemuatannya
di Memorie De Nouvelles sepenuhnya di biayai oleh pemerintah hindia belanda.
Sekalipun sangat berbau perbenturan kepentingan (conflict of interest, bahasa
masa kini = KKN), tetapi sang gubernur jenderal Con adalah juga penerbit media
itu dan sekaligus memiliki reclame Bureau yang megatur pemuatan ”berita di
pamflet itu”. Con juga memakai Memorie de Nouvelles untuk memuat ”berita dengan
pesan khusus ” untuk melemahkan daya saing peniaga portugis di kawasan maluku.
Tentu saja, ada VOC dibelakang siasat perang dagang itu. Pada tahun 1744,
terbitlah surat kabar pertama yang memakai teknologi cetak tinggi, dengan (plat
cetak dari timah) di nusantara. Namanya : Bataviaasche Nouvelles. Tetapi, surat
kabar yang juga disponsori oleh pemerintah hindia belanda pada masa gubernur
Jenderal Gustaav Willem Baron Van Imhovv itupun sebetulnya lebih merupakan
lembaran iklan karena memang lebih banyak menampilkan iklan dan dibiayai hampir
sepenuhnya oleh pendapatan iklan pula. Maklum, surat kabar pada waktu itu hanya
bertiras paling banyak hanya 2500 eks. Sehingga penghasilan sirkulasinya
tentulah sangat sedikit.
Dari berbagai surat kabar yang terbit di jakarta, bandung, semarang,
surabaya, makasar, manado, dan medan pada pertengahan abad ke 19, dapat dilihat
hadirnya berbagai iklan barang dan jasa yang memenuhi halaman-halaman media
cetak. Beberapa nama koran besar di masa itu antara lain adalah: Bataviaasch
Nieuwsblad, Nieuws van de Dag, Java Bode (batavia), Preanger Bode (Bandung), De
Locomotief (semarang, semula Samarangsche Nieuws en Advertentieblad), Nieuwe
Vorstenlanden (solo), Soerabaiasche Courant (Surabaya, semula Oostpost),
Makassararsche Courant (makasar), Tjahaja Siang (manado), Sumatra Post (Medan),
dan Soematra Bode (padang).
Selain itu, telah mulai hadir pula berbagai surat kabar dalam bahasa melayu
(sebelum kemudian menjadi bahasa indonesia sejak 1928.) surat kabar berbahasa
melayu yang populer pada masa itu antara lain adalah Medan Moeslimin, Medan
Prijaji, Sinar de Jawa, Sinar Terang, dan Soerat Kabar Minggoean. Kebijaksanaan
kontrol informasi yang diterapkan sangat ketat oleh pemerintah hindia belanda
pun membuat surat kabar tidak dapat menjalankan fungsinya secara penuh sebagai
lembaga pemberita. Peran pers indonesia sebagai alat politik baru muncul pada
awal abad ke 20 seiring dengan kegerakkan kebangkitan nasional dan lahirnya
ordonasi pers yang mengatur pembredelan surat kabar.
Di zaman ”kuda gigit besi” itu, ikaln-iklan juga ramai diudarakan melalui
radio, diproyeksikan di gedung bioskop dan ditampilkan melalui pertunjukan
keliling (mobil propaganda) mirip tukang obat yang hingga kini masih banyak
dijupai di berbagai kota kecil. Iklan radio sebetulnya mash merupakan sebuah
novelty pada awal bad ke-20 setelah radio commercial pertama
dikumandangkan oleh stasiun WEAV di New York City pada 28 Agustus 1922. Sebuah
perusahaan real estate di Quinsboro membayar US $50 untuk penyuaran pesan
komersial selama 5 hari.
Adventertie poenza kaperloean soedah kentara , kerna advertentie perloenja
boeat perkenalken barang-barang dagangan kita ada publiek. Kaloe barang jang
kita dagangken tidak dikenal, bagaiman bisa dapatken pembeli
Liem Kha Tong
Sebelum iklan hadir di radio, pesan komersial sudah lebih dulu hadir
melalui saluran telepon. Pada tahun 193, perusahaan telepon di Hongaria
”menjual spot 12 detik di antara musik dan berita yan dipanarkan lewat telepon
dengan tarif sekitar US $0.50. Perusahaan telepon AT&T di Amerika Serikat
juga pada awal abad ke-20 menerima pesan-pesan komersial yag dipancarkan melali
cara call broadcasting ini.
Di Indonesia, radio sudah dikenal sejak awal abad ke-20. Tidak lama setelah
Guglielmo Marconi menemukan gelombang suara dan mengembangkannya menjadi alat
komunikasi yang bernama radio telegrafik, dan keudian berkembang lagi menjadi
pemancar dan penerima gelombang radio. Radio Nederland WERELDOMROEP yang
memancarkan siarannya ke seluruh dunia sejak taun 1920-an. Merupakan pemancar
yang paling digemari kaum elite, khususnya orang-orang belanda di Indonesia
pada waktu itu.
Akan tetapi, radio swasta baru muai hadir cikal bakalnya di Indonesia sejak
akhir tahun 1960-an, yitu sejak tumpasnya pemberontakan G30 S/PKI. Sebelumnya,
di Indonesia hanya dienal RRI yang telah mengudara sejak tahun 1945. RRI
sendiri dapat dirunut sejarahnya sejak stasiun radio bentukan pemerintah Hindia
Belanda yang dikendalikan oleh tentara pendudukan jepang.
Pada awalnya, beberapa mahasiswa di Bandung secara iseng-iseng mengudara
dengan pemancar sederhana berkekuatan rendah. Pada waktu itu mereka menyebutnya
sebaga radio amatir sebuah istilah yang salah kaprah kaena engertian amateur
radio menjeaskan kegiatan yang berbeda dengan teknologi radio dua arah.
Kata “amatir” disini agaknya dipakai sebagai antonym dari “professional.”
Stasiun-stasiun radio “amatir” ini meruakan bagian dari perlawanan politik kaum
muda terhadap sisa-sisa PKI. Sebelumnya, mereka juga telah melakukan perlawanan
dengan membentuk lascar dan batalyon, seperti LAskar Arif Rachman Hakim yang
merupakan onderboue dari KAMI. Maka, lahirlah radio ARH dan radio-radio
semacam itu di Indonesia.
Gerakan itu dengan cepet menyebar ke Jakarta dan beberapa kota besar
lainnya. Radio Prambors kini telah mengembangkan jejarinnya dengan beberapa
anak perusahaan stasiun radio yang masing-masing memiliki pasar khas di jalan
Borobudur, Jakarta Pusat, juga dapat dirunut sejarahnya pada periode itu.
Kehadiran radio-radio ”Amatir” itu segera mendapat lirikan para pengiklan
yang memang sedang membutuhkan media alternatif. Salah satu perintis pengguna
radio ”amatir” di Indoesia sebagai media iklan adalah Ajino moto.
Embanjirnya iklan di radio kemudian meningkatkan profesionalisme para pengelola
radio ”amatir” apalagi karena pemerintah kemudian mengeluarkan peraturan
pemerintah no.55 tahun 1970 yang ewajibkan semua stasiun radio siaran niaga
dipayungi dalm wadah badan hukum berbentuk PT. Sejak saat itu, istilah ”radio
amatir” berubah menjadi ”radio siaran swasta niaga”.
Kebangkitan Asosiasi Periklanan Indonesia
Menurut catatan, pada tahun 1951, istilah periklanan pertama kali
diperkenalkan oleh seorang tokoh pers indonesia, Soedarjo Tjokrosisworo, untuk
menggantikan istilah reklame atau advertensi yang ke belanda-belandaan. Senapas
dengan semangat kebangsaan itu, sebuah biro reklame di bandung yang sebelumnya
bernama Medium, juga mengubah nama menjadi Balai Iklan. Atas prakarsa beberapa
perusahaan periklanan yang berdomisili di Jakarta dan Bandung, pada awal
September 1949 dilembagakan sebuah asosiasi bagi perusaaan-perusahaan
periklanan. Asosiasi ini diberi nama Bond van Reclamebureaux in Indonesia atau
dalam bahasa indonesia Perserikatan Biro Reklame Indonesia (PBRI). Nama
asosiasi yang masih menggunakan bahasa Belanda ini tidak lain karena mayoritas
anggotanya adalah memang perusahaan-perusahaan periklanan yang dimiliki oleh
orang Belanda.
Sebelas perusahaan periklanan tercatat sebagai anggota PBRI, yaitu: Budi
Ksatria, Contact, De Unie, F. Bodmer, Franklijn, Grafika, Life, Limas, Lintas,
Rosada, dan Studio Berk. Akan tetapi, kehadiran PBRI dianggap hanya mewakili
perusahaan-perusahaan periklanan besar khususnya yang dimiliki atau dikuasai
oleh orang-orang Belanda. Perusahaan-perusahaan periklanan kecil merasa bahwa
aspirasi mereka tidak memukau jalan untuk disampaikan ke dalam PBRI. Suasana
seperti itu kemudian memicu lahirnya sebuah asosiasi perusahaan periklanan
nasional yang dimliki dan diawaki oleh orang-orang Indonesia. Serikat Biro
Reklame Nasional (SBRN) dibentuk pada tahun 1953, dan sertamerta menjadi
organisasi tandingan bagi PBRI. Tidak jelas mengapa semangat nasionalisme di
dalam SBRN tidak memunculkan istilah iklan yang sudah dikenal sejak dua tahun
sebelumnya, dan masih menggunakan istilah biro reklame yang berbau Belanda.
Anggota SBRN yang tercatat adalah 13 perusahaan periklanan: Azeta, Elite,
Garuda, IRAB, Kilat, Kusuma, Patriot, Pikat, Reka, Lingga, Titi, dan Trio.
Tidak semua perusahaan perilanan bersedia bergabung ke dalam asosiasi. Contonya
adalah Medium yang telah bertukar nama menjadi Balai Iklan. Ia memilih untuk
tidak bergabung dengan salah satu dari dua asosiasi tersebut. Tjetje Senaputra,
pemiliknya berdalih bahwa Balai Iklan tidak menangani iklan display dan
karena itu tidak menganggap perusahaan sebagai full-service agency.
Balai Iklan memang mengkhususkan diri pada iklan-iklan klasika berukuran kecil
tentang lowongan kerja dan berita keluarga.
Ada pula dugaan bahwa terbentuknya SBRN diilhami oleh keterbelahan penerbit
surat kabar yang juga memiliki dua asosiasi, yaitu: Perserikatan
Persuratkabaran Indonesia (PPI), dan Serikat Penerbit Suratkabar (SPS), PPI
merupakan kelanjutan dari Verenigde Dagblad Pers di masa Hindia Belanda. Tentu
saja keterbelahan perusahaan-perusahaan periklanan itu membuat prihatin F.
Berkhout, Ketua PBRI pada saat itu. Ia kemudian menghubungi beberapa pimpinan
SBRN dan mnawarkan dibentuknya fusi atau peleburan dari kedua asosiasi
tersebut. Bila tujuannya sama, mengapa harus memakai dua kendraan yang justru
menyulitkan pembinaan ke luar maupun ke dalam, di samping juga tidak mencuatkan
kesan persatuan.
Gagasan fusi itu tampaknya diterima secara umum oleh kedua belah pihak.
Orang-orang Belanda yang semula menguasai berbagai posisi dan fungsi di PBRI
sepakat untuk mengundurkan diri agar digantikan oleh orang-orang Indonesia.
Tetapi fusi itu secara organisatoris ternyata tidak pernah menjadi kenyataan.
Dalam tubuh SBRN terjadi perpecahan, sehingga semua anggotanya mengundurkan
diri dan bergabung ke dalam PBRI. Baru pada tahun 1956, melalui forum rapat
umum anggota, secara aklamasi Muhammad Napis dikukuhkan sebagai ketua PBRI.
Pada tahun 1957, PBRI menyelenggarakan Kongres Reklame seluruh Indonesia yang
pertama. Dalam kongres tersebut, kata ”perserikatan” diubah menjadi
”persatuan”.
Berdirinya PPPI
Popularitas The Jakarta Admen Club bahkan melebihi organisasi resmi yang
sebetulnya lebih dulu terbentuk pada tahun 1972, yaitu Persatuan Perusahaan
Periklanan Indonesia (PPPI)
Seperti telah dikemukakan pada Bab 1, asosiasi perusahaan periklanan yang
pertama berdiri di Indonesia pada tahun 1949 dengan nama Bond van Reclame
Bureaux in Indonesia atau dalam bahasa Indonesia disebut Persatuan Biro Reklame
Indonesia (PBRI). Nama resminya justru yang berbahasa Belanda, karena pada
waktu itu sebagian besar pelaku di industri periklanan adalah orang-orang
Belanda maupun keturunan Belanda. Demikian juga para pengurusnya adalah
orang-orang belanda dan keturunannya. Baru setelah PBRI diketuai oleh orang
Indonesia, Muh.Napis,maka pada tahun 1957 diputuskan perhgantian namanya resmi
menjadi PBRI. Dengan nama baru itu juga dilekukan penyesuaian istilah dari
“perserikatan” menjadi “persatuan”.
Napis adalah seorang tokoh periklanan Indonesia yang ternyata berhasil
memimpin PBRI secara terus-menerus hingga memasuki dasawarsa 1970-an. Napis
sendiri ternyata sudah jenuh menjadi Ketua PBRI selama belasan tahun, dan
menganggap bahwa situasi seperti itu dapat mengarah kepada hal-hal yang tidak
demokratis.
Pada tahun 1971, Napis menyelenggarakan referendum di antara anggota PBRI
untuk memilih ketua yang baru, di samping juga meminta usulan perubahan
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, serta usulan perubahan kebijakan dan
strategi. Namun, ternyata referendum itu tidak membuahkan hasil yang
diharapkan. Napis tetap secara aklamasi diterima sebagai ketua PBRI.
Pada tahun 1972, Pemerintah Republik Indonesia tiba-tiba merasa perlu untuk
mengatur industri periklanan. Harsono yang ketika itu menjabat sebagai Direktur
Jenderal Pembinaan Pers dan Grafika (Dirjen PPG) Departemen penerangan,
memprakarsai diselenggarakannya Seminar Periklanan-forum nasional resmi pertama
yang diselenggarakan di Indonesia untuk membicarakan arah industri periklanan.
Seminar ini diseenggarakan di restoran Geliga, Jalan wahid Hasyim, Jakarta
Pusat, dengan ketua penyelenggaraan H.G. Rorimpandey, Ketua Umum Serikat
Penerbit Suratkabar (SPS) yang ketika itu juga Pemimpin Umum Harian Sinar
Harapan.
(catatan penulis: sebetulnya, Christianto Wibisono yang ketika itu menjadi
Direktur Majalah Tempo pada tahun 1971 telah menyelenggarakan sebuah seminar
periklanan untuk mendiskusikan dalam menyikapi masuknya elemen asing ke dalam
industri perikalanan Industri Indonesia. Tetapi, lingkup seminar ini masih
bersifat terbatas di tataran pelaksana periklanan-bukan pengambil keputusan di
tingkat asosiasi dan regulator).
Dalam kesempatan itu pemerintah menyatakan bahwa PBRI adalah satu-satunya
wadah perusahaan periklanan yang diakui Pemerintah Republik Indonesia.
Pernyataan ini tampaknya didorong oleh kenyataan telah hadirnya berbagai
perusahaan periklanan yang disponsori pihak asing, dan tidak merasa
berkepentingan untuk menjadi anggota PBRI. Sekalipun pada tahun 1970 Menteri
Perdagangan Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo telah menerbitkan surat keputusan
yang melarang kehadiran perusahaan periklanan asing di Indonesia, namun
kenyataannya praktik “Ali Baba” tetap menghadirkan banyak negara asing di
industri periklanan Indonesia. Pernyataan Pemerintah itu membuat hampir semua
perusahaan periklanan yang baru didirikan sekitar 1970-an kemudian
mendaftar-kan diri menjadi anggota PBRI.
Seminar periklanan itu juga memuncukan napas dan harapan baru akan
munculnya generasi modern periklanan Indonesia. Keinginan untuk berorganisasi
secara serius pun mulai tampak hidup. Napis pun semakin berharap bahwa
penggantinya akan segera muncul.
Kebetulan, pada tahun 1972 itu juga berlangsung Asian Advertising Congress
(AAC) VIII di Bangkok. Masih dengan semangat Seminar Periklanan, beberapa tokoh
periklanan Indonesia pun segera berangkat menghadiri kongres tersebut. Mereka
antara lain adalah: Christian Wibisono, Ken Sudarto, Sjahrial Djalil, Ernst
Katoppo, Abdul Moeid Chandra, Jacoba Muaja, Usamah, dan Yo Wijayakusumah. Tidak
tanggung-tanggung, delegasi Indonesia pada waktu itu secara nekat juga
menawarkan diri untuk menjadi tuan rumah AAC IX pada tahun 1974. hebatnya lagi,
usulan itu ternyata diterima. Pertumbuhan pesat industri periklanan Indonesia
tentulah menjadi faktor pembobot yang menghasilkan keputusan itu.
Semangat untuk menjadi tuan rumah Aac IX itulah yang membuat insan
periklanan Indonesia semakin membulatkan tekad untuk berorganisasi secara rapi.
Pada tanggal 20 Desember 1972, bertempat di restoran Chez Mario milik Muhammad
Napis di jalan Ir. H. Juanda III/23, jakarta Pusat, diselenggarakan Rapat
Anggota PBRI.
Rapat itu juga dihadiri Direktur Bina Pers dari Direktorat Jenderal
Pembinaan Pers dan Grafika Departmen Penerangan, Drs. Tjoek Atmadi. Rapat itu
mengagendakan pemilihan pengurus baru, serta membahas kemungkinan dibentuknya
sebuah asosiasi periklanan dengan visi dan lingkup yang lebih luas.
Abdul Maeid Chandra, seorang putra Madura aktivis PBRI yang memiliki
stasiun radio Trinanda Chandra dan perusahaan perilanan dengan nama yang sama,
akhirnya terpilih sebagai Ketua Umum. Di jajaran pengurus tercatat beberapa
orang tokoh periklanan Indonesia, seperti: Savrinus Suardi, Usamah, Sjahrial
Djalil, dan Yo Wijayakusumah. Mereka adalah muka-muka baru yang sebelumnya
bukan merupakan aktivis PBRI.
Rapat Anggota juga menyepakati pembubaran PBRI dan pembentukan asosiasi
yang baru dengan nama Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI). Dengan
pembentukan PPPI, secara resmi hilang pula istilah ”biri reklame” yang berbau
kebelanda-belandaan, digantikan dengan istilah yang lebih sesuai dengan
tuntutan zaman: ”perusahaan periklanan”. Desakan untuk mengganti istilah ”biro
reklame” juga didasari pada kenyataan bahwa tukang pembuat stempel di pinggir
jalan pun menyebut diri mereka sebagai biro reklame.
Pada saat didirikan, PPPI beranggotakan 30 perusahaan periklanan. Sahrial
Djalil AdForce menyumbangkan logo bagi asosiasi yang baru itu. PPPI juga segera
merumuskan Anggaran Dasar serta Anggaran Rumah Tangga yang baru untuk menampung
aspirasi periklanan modern.
FUNSI PERIKLANAN
Seiring pertumbuhan ekonomi
iklan menjadi sangat penting karena konsumen potensial akan memperhatikan iklan
dari produk yang dibelinya. Menurut Terence A. Shimp (2003), secara umum
periklanan mempunyai fungsi komunikasi yang paling penting bagi perusahaan
bisnis dan organisasi lainnya yaitu:
1. Informing (memberi informasi) membuat
konsumen sadar (aware) akan merek-merek baru, serta memfasilitasi
penciptaan citra merek yang positif.
2. Persuading (mempersuasi) iklan yang
efektif akan mampu mempersuasi (membujuk) pelanggan untuk mencoba produk
atau jasa yang diiklankan.
3. Reminding (mengingatkan) iklan menjaga
agar merek perusahaan tetap segar dalam ingatan para konsumen. Periklanan yang
efektif juga meningkatkan minat konsumen terhadap merek yang sudah ada dan
pembelian sebuah merek yang mungkin tidak akan dipilihnya.
4. Adding Value
(memberikan nilai tambah) Periklanan memberikan nilai tambah pada merek dengan
mempengaruhi persepsi konsumen. Periklanan yang efektif menyebabkan merek
dipandang lebih elegan, bergaya, bergengsi dan lebih unggul dari tawaran
pesaing.
5. Assisting (mendampingi) peran utama
periklanan adalah sebagai pendamping yang memfasilitasi upaya-upaya lain dari
perusahaan dalam proses komunikasi pemasaran. Sebagai contoh, periklanan
mungkin digunakan sebagai alat komunikasi untuk meluncurkan promosi-promosi
penjualan seperti kupon-kupon dan undian. Peran penting lain dari periklanan
adalah membantu perwakilan dari perusahaan.
TUJUAN
PERIKLANAN
Tujuan
periklanan menurut kotler (1997: 236) sebagai berikut:
· Periklanan
menjalankan sebuah fungsi ”informasi”.
Biasanya dilakukan secara besar-besaran pada tahap awal suatu jenis produk,
tujuannya untuk membentuk permintaan pertama.
· Periklanan menjalankan sebuah fungsi
”Persuasif” Penting dilakukan dalam tahap kompetitif. Tujuannya untuk
membentuk permintaan selektif untuk suatu merk tertentu.
· Periklanan
menjalankan sebuah fungsi ”Pengingat” Iklan pengingat sangat penting bagi
produk yang sudah mapan.
Bentuk iklan yang berhubungan dengan iklan ini adalah iklan penguat
(Inforcement advertising) yang bertujuan meyakinkan pembeli sekarang bahwa
mereka telah melakukan pilihan yang benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar